Jumat, 17 Desember 2010

resensi buku marmut merah jambu


Pengarang: Raditya Dika
Harga : Rp. 39.500
Tebal : 218
Penerbit: Bukune

Marmut Merah Jambu

Marmut merah jamu adalah buku kelima dari Raditya Dika yang akan resmi ada di toko buku seluruh indonesia pada tanggal 1 juni nanti. Gue udah baca bukunya karena ada fasilitas pre-order dari penerbit. Untuk semua buku pre-order mendapat bonus tanda tangan dari Radith yang bikin gue bacanya hati-hati banget (lebay mode: on)
Jika kalian berekspetasi untuk bisa tertawa ngakak dengan perut kaku sampai guling-guling, hal itu tidak akan kalian dapatkan, karena 13 chapter dalam buku ini secara garis besar membahas tentang cinta, walau ada beberapa chapter dengan tema lain. Semua tentang cinta, mulai dari indahnya saat-saat PDKT , cinta yang diam-diam, saat cinta ditolak, bahkan ada juga chapter tentang naksir seorang teman chatting dalam chapter Cinta diatas Sepotong Chatting

Buku ini secara keseluruhan cukup menarik, dan pembahasan tentang cintanya menurut gue mengena banget, especially orang yang jatuh cinta diam-diam yang menggambarkan gimana seseorang yang mencintai seseorang tapi takut untuk mengungkapkannya. Yang mungkin hal tersebut pernah dirasakan oleh hampir semua orang. Gaya bahasa dan penggunaan kata yang digunakan Radith juga sangat mengena, membuat pembacanya seperti benar-banar menyaksikan langsung adegan-adegan yang ada di buku. Alurnya mudah diikuti. Gue bahkan ikut merasakan gimana rasanya patah hati waktu gue baca cerita tentang radith yang cintanya bertepuk sebelah tangan, Radith yang memilih untuk merelakan orang yang dicintainya dan Cuma bisa berdoa semoga orang itu dapat yang terbaik.( yang kedua pernah gue alami).
Harga yang di bandrol cukup mahal untuk kategori PELIT (personal literatur) untuk pelajar atau mahasiswa yang uang sakunya pas-pasan. Tapi untuk pre-order mendapat diskon 20%.

Well, secara keseluruhan buku ini layak dibaca untuk kita bisa mengerti dan merasakan cinta,karena cinta membutuhkan konsekuensi.

Bintang 3.3 dari 5

Selamat membaca

Asal usul kata jomblo, jayus dan narsis

Jomblo

Konon, menurut Kamus Bahasa Indonesia sehari hari awal mula kata Jomblo adalah “Jomlo” –tanpa menggunakan huruf b- yang artinya perempuan tua. Entah kenapa akhirnya mengalami metamorfsis dan berubah menjadi jomblo serta mengalami perpanjangan arti yaitu laki laki dan perempuan yang belum punya pasangan hidup walaupun sudah cukup umur. Kata orang sunda mah, “sorangan bae” .

Metamorfosis itu ternyata tidak hanya perubahan istilah dari jomlo menjadi jomblo. Sekarang Jomblo tidak dianggap aneh dan sememalukan lagi seperti dulu. Ada juga sih yang memandang jomblo itu secara negatif dengan curiga dan sinis. Tapi karena dampak modernisasi, kesibukan semakin padat sehingga orang jadi tak mau repot memikirkan pasangan hidup.

Bisa jadi karena perbedaan jumlah antara cewek dan cowok sudah sedemikian lebar, selebar jurang pemisah antara si kaya dan si miskin di negeri ini. Mungkin satu berbanding tiga atau bahkan empat. Jadi makin banyak orang yang nge-jomblo, orang lain pun jadi biasa pula memandang jomblo.

Jayus

Pernah kepikiran darimana sih kata jayus itu sebenarnya berasal..
nah disini ini aku sebagai umat manusia yang bertulang belakang berusaha kasar (maksudnya keras) mencari tahu dari planet gerangan kta ini berasal

Jayus adalah sebuah istilah slang dalam bahasa Indonesia digunakan untuk mengomentari lontaran yang dianggap tidak lucu. Kata ini mulai populer pada pertengahan 1990-an di sekolah-sekolah menengah swasta Jakarta. Umumnya dipercayai bahwa kata ini berasal dari nama seorang murid Kolese Gonzaga tempat istilah ini bermula, yaitu dari seorang bernama Jayusman yang terkenal dengan komentar-komentarnya yang dianggap aneh dan tidak lucu.

Berikut contoh penggunaan istilah Jayus: Jayus banget sih loe! "idih... jayus tahu..."


Narsis

Tahukah anda arti kata narsis dan asal-usulnya ? Narsisme atau Narsis artinya adalah perilaku memperhatikan diri sendiri secara berlebihan.

Konon dalam dongeng masyarakat Yunani kuno, hiduplah seorang pemuda yang bernama Narsis. Narsis adalah putra dari Dewa dan Bidadari. Orangnya tampan, namun kaku, cuek, dan angkuh.

Tanda tanda orang narsis adalah:

1.mencintai diri sendiri secara berlebihan dan sulit mencintai dan menerima cinta orang lain.
2. Hanya mendengar pendapatnnya sendiri, sulit mendengar pendapat orang lain.
3. Tidak bisa merasakan perasaan orang lain.
4. Melihat segala sesuatu dari sudut pandangnya sendiri, bukan sudut pandang orang lain.
5. Sulit mempercayai orang lain.

Tetapi orang Narsis, bisa berubah. Ketika dia bisa menyadari bahwa dirinya adalah obyek dan juga subyek, dan menyadari bahwa dirinya adalah bagian dari orang lain, maka sifat narsis itu bisa hilang. Jika sifat narsis itu hilang, maka orang itupun seperti Narsis, berubah menjadi indah dan harum laksana bunga Narsis.

Contoh kesalahan penggunaan kata baku

Kata-kata baku adalah kata-kata yang standar sesuai dengan aturan kebahasaaan yang berlaku, didasarkan atas kajian berbagai ilmu, termasuk ilmu bahasa dan sesuai dengan perkembangan zaman. Kebakuan kata amat ditentukan oleh tinjauan disiplin ilmu bahasa dari berbagai segi yang ujungnya menghasilkan satuan bunyi yang amat berarti sesuai dengan konsep yang disepakati terbentuk.

Kata baku dalam bahasa Indonesia memedomani Pedoman Umum Pembentukan Istilah yang telah ditetapkan oleh Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa bersamaan ditetapkannya pedoman sistem penulisan dalam Ejaan Yang Disempurnakan. Di samping itu, kebakuan suatu kata juga ditentukan oleh kaidah morfologis yang berlaku dalam tata bahasa bahasa Indonesia yang telah dibakukan dalam Tata Bahasa Baku Bahasa Indoensia.

Dalam Pedoman UmumPembentukan istilah (PUPI)diterangkan sistem pembentukqan istilah serta pengindonesiaan kosa kata atau istilah yang berasal dari bahasa asing. Bila kita memedomani sistem tesebut akan telihat keberaturan dan kemanapan bahasa Indonesia.

Kata baku sebenanya merupakan kata yang digunakan sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia yang telah ditentukan. Konteks penggunaannya adalah dalam kalimat resmi, baik lisan maupun tertulis dengan pengungkapan gagasan secara tepat.

Suatu kata bisa diklasifikasikan tidak baku bila kata yang digunakan tidak sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia yang ditentukan. Biasanya hal ini muncul dalam bahasa percakapan sehari-hari, bahasa tutur.

Kata baku – kata tidak baku

mengubah - merubah

mengesampingkan- mengenyampingkan

kualitas - kwalitas

struktur - structure

monarki - monarkhi

devaluasi - defaluasi

abstrak - abstrac

akomodasi - akomodir

legalisiasi - legalisir

diagnosis -diadnosa

hipotesis -hipotesa

kultur - culture

deputi - deputy

sekuritas - Security

aktivitas - aktifitas

relatif - relative

teknologi - tekhnologi; technologi

elektronik - electronik

direktur - director

konduite - kondite

akuarium - aquarium

kongres - konggres

hierarki - hirarkhi

aksi - action

grup - group

rute - route

institut - institute

aki - accu

taksi - taxi

memesona - mempesona

imbau - himbau

berpikir - berfikir

nasihat - nasehat

pukul 19.30 WIB - jam 19.30 WIB

standardisasi - standarisasi

objek - obyek

aktivitas - aktifitas

pengkreditan - pengreditan

mengkreditkan - mengreditkan

antarnegara - antar negara

pancaroba - panca roba

Minggu, 31 Oktober 2010

Kesalahan penggunaan bahasa baku

Kesalahan penggunaan bahasa baku

Kesalahan berbahasa merupakan fenomena alamiah yang biasa terjadi dalam kehidupan sehari hari. Saat ini kebiasaan bebahasa yang kita dari EYD (Ejaan Yang Disempurnakan) dalam kamus besar bahasa Indonesia, mungkin kita tidak menyadari bahwa kesalahan yang kita lakukan sangat berpengaruh apabila kita bersinggungan dalam dunia yang lebih formal seperti dunia kerja.

Begitu banyak fenomena yang terjadi sehingga seperti melegalkan bahasa yang salah sehingga lambat laun menjadi hal yang biasa.

Bahasa baku

Yang dimaksud dengan bahasa baku adalah salah satu ragam bahasa yang dijadikan pokok, yang diajukan dasar ukuran atau yang dijadikan standar. Ragam bahasa ini lazim digunakan dalam:

1. Komunikasi resmi, yakni dalam surat menyurat resmi, surat menyurat dinas, pengumuman-pengumuman yang dikeluarkan oleh instansi resmi, perundang-undangan, penamaan dan peristilahan resmi, dan sebagainya.
2. Wacana teknis seperti dalam laporan resmi, karang ilmiah, buku pelajaran, dan sebagainya.
3. Pembicaraan didepan umum, seperti dalam ceramah, kuliah, pidato dan sebagainya.
4. Pembicaraan dengan orang yang dihormati dan sebagainya.


Kesalahan penggunaan bentuk dasar

Pengunaan bentuk dasar pada afiliasi dikaitkan dengan aspek bahasa baku, semantis, pilihan kata dan ejaan. Dalam hal ini aspek tersebut terlibat dalam penentuan bentuk dasar pada afiliasi. Jika penggunaan bentuk dasar tidak tepat akan mengakibatkan terjadinya kesalahan afiliasi. Berikut contohnya:

  • Mereka membuat ide bagus yang biasa membikin Joni menyelesaikan masalah.
  • Semua teman joni tidak enak bilang ibu Joni tentang keadaanya sekarang.
  • Akhirnya Joni berantem dengan Toni sekarang.

Kata kata diatas merupakan kesalahan pengunaan bentuk dasar yang sekait dengan bentuk dasar baku dan tidak baku. Bentuk diatas merupakan bentuk dasar tidak baku, sehingga tidak baik digunakan dalam ragam tulis dan dunia kerja.

Penggunaan Kaidah Tata Bahasa
Kaidah tata bahasa normatif selalu digunakan secara ekspilisit dan konsisten. Misalnya:

1. Pemakaian awalan me- dan awalan ber- secara ekpilisit dan konsisten.
Misalnya:
Bahasa baku
- Gubernur meninjau daerah kebakaran.
- Pintu pelintasan kereta itu kerja secara otomatis.

2. Pemakaian kata penghubung bahwa dan karena dalam kalimat majemuk secara ekspilisit. Misalnya:
Bahasa Baku
- Ia tidak tahu bahwa anaknya sering bolos.
- Ibu guru marah kepada Sudin, ia sering bolos.

3. Pemakaian pola frase untuk peredikat: aspek+pelaku+kata kerja secara konsisten. Misalnya:
Bahasa Baku
- Surat anda sudah saya terima.
- Acara berikutnya akan kami putarkan lagu-lagu perjuangan.
Bahasa Tidak Baku
- Surat anda saya sudah terima.
- Acara berikutnya kami akan putarkan lagu-lagu perjuangan.


4. Pemakaian konstruksi sintensis. Misalnya:
Bahasa Baku Bahasa Tidak Baku
- anaknya - dia punya anak
- membersihkan - bikin bersih
- memberitahukan - kasih tahu
- mereka - dia orang

5. Menghindari pemakaian unsur gramatikal dialek regional atau unsure gramatikal bahasa daerah. Misalnya:
Bahasa Baku
- dia mengontrak rumah di Kebayoran lama
- Mobil paman saya baru
Bahasa Tidak Baku
- Dia ngontrak rumah di Kebayoran lama.
- Paman saya mobilnya baru.

KESIMPULAN
1. Bahasa baku adalah salah satu ragam bahasa yang dijadikan pokok ajuan, yang dijadikan dasar ukuran atau yang dijadikan standar.

2. Ragam bahasa baku bahasa Indonesia memang sulit untuk dijalankan, atau yang digunakan karena untuk memahaminay dibutuhkan daya nalar yang tinggi.

3. Dengan menggunakan ragam bahasa baku, seseorang akan menaikkan
prestisenya.

Selasa, 05 Oktober 2010

Membumikan dongeng di tengah imaji kekerasan


Belakangan ini, nurani kita diharu biru oleh maraknya aksi kekerasan dan premanisme. Hati kita benar-benar dibuat miris menyaksikan tumpahan darah dan air mata. Hanya perkara sepele bisa membuat orang jadi kalap dan gampang meluapkan amarah. Perusakan, pembakaran, penganiayaan, dan berbagai perilaku vulgar lainnya dengan mudah kita saksikan melalui layar ajaib bernama televisi.

Benarkah bangsa kita telah kehilangan sikap ramah? Benarkah bangsa kita telah kehilangan nilai-nilai kearifan sehingga setiap masalah mesti diselesaikan dengan cara-cara kekerasan, vulgar, dan vandalistik? Ke manakah nilai-nilai keluhuran budi yang dulu pernah menjadi kenyataan karakter dan kepribadian bangsa yang tak terbantahkan itu? Sudah tak ada ruangkah bagi anak-anak masa depan negeri ini untuk membangun karakter yang kokoh dan kuat sehingga tak gampang tersulut api amarah dan kalap ketika menghadapi masalah?


Lihat saja panggung sosial di negeri ini yang terus berdarah-darah! Nyawa manusia kian termarginalkan oleh nafsu dan keinginan untuk menang sendiri dan saling menyakiti. Entah, sudah berapa nyawa yang melayang menjadi korban mutilasi atau tawuran antarkampung. Juga sudah tak terhitung berapa jengkal tanah yang telah berubah menjadi ladang pembantaian akibat meruyaknya nafsu serakah, dendam, dan kebencian.

Orang-orang kita pada zaman dulu, konon punya cara khas untuk menanamkan nilai-nilai keluhuran budi kepada anak cucu. Menjelang tidur, mereka biasa mendongeng sampai sang anak-cucu benar-benar tertidur pulas. Banyak nilai keteladanan dan kearifan hidup yang bisa dipetik dari rangkaian dan alur cerita dalam dongeng. Tokoh-tokoh yang punya karakter kuat seperti mampu menaburkan pesona dan makna kebajikan hidup ke dalam ruang imajinasi anak-anak. Secara tidak langsung, nilai-nilai kearifan dan keluhuran budi yang tersirat dari balik dongeng mampu terserap ke dalam alam logika dan nurani anak-cucu hingga terbawa sampai mereka dewasa. Sikap toleran, moderat, rendah hati, kreatif, empati, dan nilai-nilai budi pekerti yang lain sangat kuat mengakar ke dalam memori anak-anak dan diaplikasikan ke dalam tindakan dan perilaku hidup sehari-hari.

Namun, anak-anak zaman sekarang agaknya makin sulit mendapatkan asupan nilai kearifan hidup lewat dongeng. Tingkat persaingan hidup yang makin ketat dan sengit membuat orang tua makin sibuk memburu gebyar materi. Alih-alih mendongeng, komunikasi dan interaksi dengan anak-anak pun tak lagi bisa dilakukan secara intens. Hubungan anak dan orang tua semata-mata hanya tuntutan biologis. Keluarga jadi kehilangan roh dan sentuhan nilai kearifan hidup. Yang lebih menyedihkan, anak-anak dengan mata vulgar dan telanjang menyaksikan dongeng-dongeng modern yang tersaji melalui layar kaca.

Sinetron kita yang tak henti-hentinya mengeksploitasi kekerasan, kemewahan, dendam, dan kebencian, cerita hantu dan horor, bahkan juga berita-berita vulgar tentang mutilasi, mafia peradilan, maklar kasus, atau korupsi, setidaknya telah memiliki andil yang cukup besar terhadap pembentukan karakter anak. Sementara itu, dunia pendidikan yang diharapkan mampu menjadi benteng terakhir dalam mengakarkan nilai-nilai keluhuran budi makin tak berdaya ketika fenomena yang terjadi di tengah-tengah kehidupan sosial secara nyata telah mempraktikkan proses anomali dan kebangkrutan moral yang demikian masif dan telanjang. Maka, makin sempurnalah cekokan dongeng-dongeng modern itu ke dalam ruang imajinasi dan memori anak-anak.

Haruskah situasi seperti itu akan terus berlangsung hingga akhirnya anak-anak masa depan negeri ini benar-benar menjelma menjadi “monster” yang tega memangsa sesamanya dan menjadi penganut kanibalisme? Agaknya, kita perlu merevitalisasi dan sekaligus membumikan dongeng untuk mengembalikan nilai-nilai kearifan dan keluhuran budi yang selama ini telah hilang dan memfosil di tengah-tengah peradaban yang makin kacau dan chaos. **


Sumber: Membumikan Dongeng di Tengah Imaji Kekerasan | MGMP BAHASA INDONESIA SMP http://mgmpbismp.co.cc/2010/06/02/membumikan-dongeng-di-tengah-imaji-kekerasan/#ixzz11YOORIFU
Diberdayakan oleh Blogger.